Banda Aceh – Tepat 100 tahun kelahiran Dr. Tengku Hasan Muhammad di Tiro LL.D Ph.D pada 25 September 2025 mendatang menjadi momen bersejarah yang tak boleh sekadar berlalu sebagai peringatan seremonial. Seratus tahun hanya datang sekali, dan bagi masyarakat Aceh, ini adalah kesempatan meneguhkan kembali komitmen terhadap perdamaian, pembangunan, serta warisan pemikiran Hasan Tiro.
Masyarakat Aceh di berbagai daerah telah menggelar beragam kegiatan untuk mengenang sosok yang dikenal sebagai tokoh perlawanan, pemikir, sekaligus diplomat ulung tersebut. Mulai dari doa bersama, zikir akbar, hingga peluncuran buku bertema perjalanan hidup Hasan Tiro mewarnai perjalanan menuju hari kelahirannya.
Salah satu peringatan penting hadir dari peluncuran buku “Hasan Tiro: Jalan Panjang Menuju Damai Aceh” yang ditulis oleh jurnalis dan penulis biografi, Murizal Hamzah. Ia menegaskan bahwa peringatan 100 tahun ini tak boleh berhenti sebagai agenda simbolik belaka.
“Pemerintah Aceh wajib mengambil momentum ini. Hasan Tiro telah menorehkan jejak sejarah besar, dan 100 tahun kelahirannya harus dimanfaatkan untuk melahirkan kebijakan yang memperkuat identitas dan martabat Aceh,” kata Murizal, Senin (22/9/2025).
Murizal menambahkan bahwa warisan Hasan Tiro tak bisa dilihat semata dari sudut konflik bersenjata ataupun perjuangan politik. Ia adalah intelektual komplit: penulis, sutradara, sastrawan, diplomat, hingga akademisi internasional.
“Hasan Tiro itu ditulis dunia bukan karena senjata, tapi karena pikirannya. Ia berhasil menginternasionalisasi isu Aceh ketika banyak pemimpin daerah belum berpikir ke sana,” ujarnya.
Menurutnya, pesan utama yang diwariskan Hasan Tiro adalah bagaimana harga diri dan marwah rakyat Aceh harus menjadi poros dalam setiap kebijakan. Dalam menghadapi tantangan otonomi khusus yang semakin kompleks, Aceh memerlukan spirit baru yang bersandar pada warisan intelektual pendirinya.
Banyak yang menilai, semangat Hasan Tiro yang harus tetap menyala dalam setiap denyut nadi masyarakat Aceh adalah hidup sederhana, memuliakan ilmu pengetahuan, menjunjung loyalitas dan setiakawan, serta siap menjaga harkat tanah kelahiran.
Di tengah momentum ini, desakan publik pun menguat agar Pemerintah Aceh tidak sekadar menjadi penyelenggara seremoni, melainkan harus tampil sebagai penggerak warisan pemikiran Hasan Tiro melalui program dan kebijakan strategis, termasuk di bidang pendidikan, diplomasi budaya, dan pembangunan yang adil.
Dengan segala catatan sejarah yang ditinggalkan, nama Hasan Tiro tak hanya hidup dalam buku, zikir, atau upacara. Lebih dari itu: semangatnya dituntut untuk terus menjadi arah perjuangan Aceh hari ini dan ke depan.